Pantun Untuk Kakak

Saya “gak suka” puisi dan pantun. Sayangnya pertemuan NBS kali ini adalah adalah menuliskan puisi/pantun. hari ini giliranku untuk menjadi penanggung jawab. Kesibukan lain yang juga menyita perhatian semakin membuatku panik karena tidak sempat menyiapkan materi. Saya memohon bantuan kepada kordinatorku di Tim A kak ica untuk “berjaga-jaga” dengan ketidaksiapanku. “apami kuajarkan adek-adek ini, ca? nda kusuka puisi puisian” keluhku.

Sibuk, panas, masuk siang pula. “sedang tidak mood” sebagai kalimat andalan. Jika bukan karena peran tanggung jawab mungkin saya bisa membuat alasan untuk tidak hadir. Tiba di sekolah, saya telah terbantu oleh kak ustri yang dihadirkan ica untuk gabung namun “dijebak” untuk menggantikanku menjelaskan. Membuka kelas dengan sedikit lalala yeyeye dan meninggalkan ruangan.

Kami memperhatikan bagaimana adik-adik merespon cara mengajar kak ustri. mereka terlihat lebih tenang meski banyak yang tidak memperhatikan. Sepertinya memang ada pengaruh pembawaan seseorang dalam mengajar. kak ustri lebih tenang dan bersuara kecil (tentu saja tidak seperti kami). Seolah membiarkan, saya bersama ica dan ifa menyempatkan selfie sejenak. 10955916_1018081368207319_592895634_n Baru saja mengambil satu gambar, terdengar suara dari dalam kelas “iih foto selfieki’” sahut seorang adik. “oke, masuk kelas dan hadapi!” kataku dalam hati. Merasa bersalah telah membiarkan kak ustri mengisi kelas sendiri, kami kemudian masuk di kelas.

Benar saja ketika masuk kelas suasana berubah. Teriakan, pertanyan, kegaduhan bermunculan. Menjengkelkan sih, tapi sejujurnya ini yang selalu dirindukan ditiap pekannya. Langsung saja kami mengambil alih ruangan. Kami membagi mereka pertim (saya menilai ini lebih efektif menghandle mereka secara berjamaah berbekal pengalaman dipertemuan sebelumnya). Mereka dibagi kedalam tiga tim besar berdasarkan deretan tempat duduk. Maka terbentuklah tiga tim, tim 1 (tim gaul), tim 2 (tim smile) dan tim 3 (tim Hardcore). “Ada ada saja ide nama mereka” pikirku. 10956048_1018081511540638_1559652621_nTugas tim adalah menjaga satu sama lain agar tidak melanggar peraturan yang telah kami sepakati bersama di kelas. Terbukti efektif karena mereka yang saling menegur satu sama lain jika melanggar. Tentu saja ada point yang akan mereka kejar dan itu nilai sebuah tim.

Setelah pembagian tim saya mencoba melemparkan pertanyaan ”ada yang tahu apa itu 10949828_1018081428207313_283099779_npantun?” tiba tiba rifadly berteriak “ikan hiu makan ubi, I love you bertubi tubi” diikuti suara tawa kami dan teman-temannya. “its gonna be fun!” pikirku bersemangat. Memberikan waktu 45 menit untuk tiap tim menyiapkan pantun sebanyak banyaknya yang nanti akan mereka gunakan tuk saling melempar pantun. Kehadiran kawan-kawan icha di kelas cukup membantu kami menghandle pertanyaan adik-adik. Ruang kelas sudah seperti sauna sejuknya. Saling berebutan oksigen sehingga saya sesekali keluar kelar untuk mencari udara.

Ada suara rusuh di kelas saat aku diluar. Adik Rafly terlihat menangis dan hendak memukul Fatir. Demi kenyamanan kelas, kuamankan ia dan mengajaknya berbicara sejenak diluar. *Sedikit berbagi tips jika ingin berbicara dengan anak agar ia mau mendengarkan (berdasarkan hasil observasi dan teori yang kulahap untuk sebuah gelar dibelakang nama). Rendahkan badanmu (seukuran dengannya), tatap matanya, dengarkan pendapatnya dan jangan potong pembicaraannya. 10955973_1018081258207330_1435903749_nSetelah mendengarkan alasan ia menangis dan marah, kemudian tawarkan apakah ia mau memaafkan atau tidak. Jika tidak, silahkan tawar menawar solusi. Setelah ada kesepakatan, panggil teman berkelahinya. Lakukan hal yang sama dan pastikan mereka bersalaman. Berikan tepukan di tangan “ces” juga pujian pada keduanya setelah mereka melakukan perdamaian. Budaya memaafkan memang perlu ditanamkan sejak dini karena merekalah yang kelak akan mendamaikan dunia (Harapan seorang kakak).

Setelah aman dan kedua anak berdamai, saya ikut masuk kembali ke kelas bersama mereka. Mendampingi, membujuk dan memastikan adik-adik terlibat dalam kerja tim kami lakukan. Luar biasa, adik-adik mampu bekerja sama dengan baik dan menghasilkan banyak karya hingga tak semua pantun bisa dibacakan. rasanya puas dan bahagia melihat adik-adik yang selama ini didampingi mau “bergerak” juga. Seperti adik fahmi misalnya. Hampir ditiap pertemuan rasanya ia tidak pernah mau mengikuti apa yang kami arahkan. Dan kali ini ia akhirnya mau membuat pantun dan itu untukku. Sayang isinya tidak manis, tapi dengan ia mau menulis sudah menjadi kado tersendiri bagiku.

10934601_1018081478207308_215661248_n

 “burung perkutut, burung kutilang.
kak fany kentut gak bilang-bilang.”

ya salam, adikku 🙂

Kami Kuat!

“Tuhan memang maha adil dalam mengatur segala sesuatu (Icha, 2014).”

Mempersiapkan segala kebutuhan mengajar sudah bukan hal yang baru bagi kami para sobat lemina. Namun kali ini, jauh sebelum hari NBS tiba, saya bersama kawan tim mencoba mengevaluasi pertemuan dengan mengaplikasikan hasil evaluasi bersama semua relawan NBS di KFC sabtu lalu. Perencanaan rundown dengan strategi ajar yang baru hingga kemungkinan terburuk jika cuaca masih tidak bersahabat dan hanya sedikit relawan saja yang hadir pun telah kami persiapkan. Bermodalkan persiapan itu kami dengan percaya diri siap hadir di pertemuan berikutnya.

Sabtu yang dinantikan tiba dan ternyata kelas kami masuk siang. Sungguh diluar perencanaan dan sama sekali tak terbersit saat membahas persiapan. Segera saja saya bersama ica yang telah lebih dahulu tiba di sekolah berkordinasi dengan guru dan tim A via chat grup. Ruang kelas yang tidak memungkinkan untuk digunakan membuat anak-anak kami harus masuk di pukul 13.00 wita dan bertukar kelas dengan kelas pagi. Tidak ingin membiarkan waktu kosong, saya dan icha memilih membantu tim B di pagi hari.

gabung tim b

Menjelang dhuhur satu persatu relawan di tim B mulai pulang. Saya mulai khawatir dan mulai memikirkan hal terburuk bahwa hanya kami berdua yang akan masuk di kelas kami pukul 13.00 wita nanti. Membayangkan betapa lincahnya anak-anak di kelasku nanti ditambah energi yang cukup terkuras saat mendampingi kelas tim B di pagi harinya sudah membuatku sedikit gelisah. Segala persiapan mendadak buyar. Saya dan icha hanya bisa saling menguatkan satu sama lain, “KITA KUAT!” kata kami.

Pukul 13.00 wita kami masuk di kelas. Senang sekali bisa melihat dan mendengarkan mereka dengan sangat rapi melafalkan janji siswa, membaca doa sebelum kelas dimulai dan mengucapkan terima kasih pada kami, tentu saja didampingi oleh wali kelas mereka. Tak lama setelah kelas dimulai, tidak usah menunggu waktu yang lama untuk melihat seberapa “lincah” anak-anak kami. Kami cukup terbantu dengan kehadiran ayus dan kak sari dari tim B yang mau menemani kami meski pada akhirnya mereka mulai kelelahan dan percaya pada cerita kami soal betapa “lincah” anak-anak kami sebelumnya.

masih semnagat

“KAMI KUAT” kata kami lagi. Segala rencana yang telah kami persiapkan tetap bisa berjalan. “Tuhan memang maha adil dalam mengatur segala sesuatu” kata icha. Bayangkan saja jika kelas kami tetap di pagi hari dan kami tidak bisa saling membantu tim lain. Bayangkan jika saya terlibat menjadi volunteer di event lain dan icha akan sendirian. Sepanjang perjalanan pulang kami sore tadi, kami sibuk menyimpulkan pelajaran-pelajaran hari ini. Namun hal yang paling menyenangkan adalah kami sama-sama menyadari bahwa apa yang kami lakukan adalah hal yang kami senangi tanpa merasa terbebani. Kami Kuat, kami bangga kami bisa membuktikan seberapa kuat kami.

shalat bareng ica

 

 

Tangan Kecil Pemilik Busur

Sama seperti 3 pertemuan sebelumnya, kini masuk ke dalam kelas mendampingi adik adik tuk belajar menulis, mengenali penggunaan huruf dan membasmi okkots sudah menjadi aktivitas rutinku 2x dalam sebulan dalam program Sobat lemina #Donasi2jam #MenulisBarengSobat.

Kali ini tema pertemuan adalah “baju kesayanganku”. Ada yang menarik dari pertemuan kali ini, selain cerita adik-adik tentang baju kesayangannya, seorang adik berhasil menarik perhatianku ketika ia memasukkan cerita tentang busur kepunyaannya. 3 baris tulisan dibagian akhir adalah bagian yang paling menarik perhatianku..

saya selalu terlambat pulang dan selalu dipukul, dan saya selalu bermain busur

Menariknya, adik ini penuh senyuman saat membacakan ceritanya di depan kelas. Setelah membacakan ceritanya didepan, saya mengikutinya dan duduk disampingnya saat teman-temannya yang lain secara bergantian menceritakan tulisan mereka di depan kelas.

dimana dapat busur de? siapa kasiki‘? tanyaku. ku buat sendiri ini kak, ini paku toh kak di tumbuk-tumbuki supaya lancip ki ” jawabnya. “Untuk apa busurnya?” tanyaku lagi. “untuk jaga jagaji kak” jawabnya dengan penuh senyum.

10370772_858075677541223_861668274_nSaat berbicara pada adik ini, beberapa temannya ikut bergabung dan menjawab bahkan mengejekinya. “ededeh, mau na pake perang itu kak, Preman memang itu kak, anak tukang becak” sahut salah seorang temannya. “we kenapako? jangko suka calla-calla orang, perbaiki perbaiki mi dulu itu mukamu S******A!” jawab adik ini. Kaget dengan apa yang kudengar berlangsung, segera kupisahkan mereka. Ini kali pertama saya melihat langsung busur, selama ini saya hanya menyaksikannya di televisi dalam berita kriminal sebagai senjata para geng motor. Tak kusangka akan melihatnya langsung dari tangan kecil adikku ini.

Saya mencoba untuk mengingat kembali sejak pertamakali masuk dikelas ini. Adik ini ketika diawal pertemuan, saya mendapatinya memeluk kepalanya di mejanya, katanya kepalanya sakit sehingga saya menyuruhnya beristirahat (ia duduk di kursi paling belakang bagian kanan seorang diri, ketika ingin memasukkannya di kelompok barisan yang lain waktu itu, banyak teman-temannya menolaknya). Ekspresi wajahnya sayu dengan lingkaran hitam mata panda seperti sering begadang. Saat bermain kuis, ia selalu berusaha menjawab meski selalu terlambat mengangkat tangan. saya ingat sekali ketika ia berhasil menjawab dan benar, ia terlihat sangat senang dengan senyuman yang lebar.

Latar belakang lingkungan bergaulnya dan pola asuh orangtua jelas mempengaruhi cara ia berperilaku. Mencoba menyimpulkan dari tulisannya tentang senangnya ia begadang diluar dan pulang larut lalu dipukul oleh orangtua dan berrmain membuat busur, ditambah perkataan temannya yang mengatakan “preman memang itu kak, anaknya tukang becak” menggambarkan sedikit background kehidupan adik ini.

“Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresif mereka secara alami terbentuk (Byod Mc Cendles dalam Rita, 2005)”.

Adik ini memang salah satu adik yang susah diatur, selalu menggangu dan terbiasa mencela. Namun ia selalu berusaha menjawab dan selalu bertanya ketika ada yang tak diketahuinya dan yang paling menarik adalah ia selalu tersenyum sambil berdiri dan mengangkat tangan kanannya ketika diberi kesempatan menjawab meski jawabannya salah.

Sobur (1987) mengemukakan bahwa dalam menanggapi sikap agresif anak-anak, kita perlu melacak dua macam jalan keluarnya. Pertama, bagaimana mengurangi sikap agresifnya pada saat ini. Sedangkan jalan keluar yang lebih berjangka panjang adalah mencegah timbulnya sikap agresif dimasa yang akan datang. Apapun yang dipilih untuk menyalurkan dorongan agresifnya ini, tetap berarti bahwa dorongan agresif itu sendiri harus disalurkan dengan sebaik-baiknya.

Kehadiran kami 2x pertemuan dalam sebulan tentu tidak cukup, namun dengan melakukan pendekatan dengan melakukan kegiatan menulis bersama. Kemudian berusaha memberi contoh yang baik dengan memberi pujian disetiap keberanian dan semangat mereka bisa meningkatkan rasa percaya diri sehingga dapat membuat masing-masing adik merasa spesial.

Sumber:

Ezzaty, Eka Rita. 2005. Mengenali Permasalahan Perkembangan Anak Usia TK. Jakarta ; Depdiknas

Sobur, Alex. 1987. Butir-Butir Mutiara Rumah Tangga. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Ceklok

Sudah lewat sehari dari waktu yang dijadwalkan. Anggap saja ini untuk melunaskan dan menenangkan hati yang selalu ditagih (siap-siap dikandatto bunda). Berusaha kembali menempatkan diri di hari sabtu pagi, 29 maret 2014, pagi itu saya menghubungi beberapa sobat anak dari tim 1 tuk janjian ceklok di sekolah yang akan kami tempati tuk belajar bersama adik-adik. Karena lokasi sekolah yang masih abu-abu, kami janjian di satu titik yang sekiranya mudah ditemukan untuk menjadi tempat berkumpul. Kami memutuskan tuk menjadikan alfamart yang pertama ditemui, ya.. penekanan tuk alfamart yang Pertama itu perlu karena hampir disepanjang jalan itu banyak outlet semacam itu yang akan ditemui. Saat itu Waktu menunjukkan 11.20 dan sobat anak dari tim 1 telah berkumpul dan bersiap ke sekolah dengan arahan kak caca yang mau meluangkan waktu tuk menemani mesti di pukul 12.00 dia harus kembali ke kampus tuk ujian di kampusnya.

nulis

Setiba di sekolah, siapa sangka kakak yusmira telah menunggu kami lama hampir sejam disana. Dengan sedikit basa-basi sesama sobat anak, akhirnya kami bergegas menuju ruang kelas IV A tuk bertemu dengan wali kelasnya membicarakan agenda yang kami lakukan disana tiap pekannya. Namun sayang, yang kami temukan hanya adik adik kelas 3 dengan wali kelas yang belum datang. Lalu kami beranjak menuju kantor di ujung sekolah, namun sekali lagi sayang,, kondisi kantor dalam keadaan terkunci. Berdasar informasi dari adik-adik, kelas IV yang menjadi sasaran utama kami ternyata masuk pagi, jadi ada miss communication antara sobat anak dengan pihak guru. Akhirnya kami berkumpul di samping kantor dan membicarakan rencana selanjutnya sambil saling memperkenalkan diri kembali dengan sesama sobat anak satu sama lain. Dari hasil diskusi kecil nan super singkat, akhirnya kak caca memutuskan akan mencoba menghubungi kembali pihak gurunya dan merencanakan tuk kembali ceklok di hari selasa atau rabu.